Lukas Enembe Gubernur Papua (Foto/doc)
Dari zaman dulu, kita sudah berbicara banyak tentang kehidupan masyarakat Papua pada umumnya. Baik itu dalam bidang ekonomi, pendidikan, ataupun juga dalam hal pembangunan daerah, hal ini sudah tidak asing lagi bagi kita orang Papua  yang mana berdomisili di Papua.
Karena hal ini, maka berbagai bantuan dana telah datang menggoreskan bekas kaki di tanah Papua. Yang nampak besar yaitu, otonomi khusus, selain itu ada banyak lagi yang latar belakangnya bahwa mau membantu rakyat miskin di papua, atau mau memajukan perkembangan  di Papua dan alasan lain sebagainya.
 
Sebenarnya bantuan dana yang datang itu bukan hanya yang besar-besar itu saja, tetapi yang kecil-kecilan juga banyak, seperti uang Bandes, uang Distrik, uang APBD, dan lainnya yang di kiranya ini uang kecil. Tetapi uang ini apabila di hitung-hitung maka sangatlah besar.
Dana kecil-kecilan ini juga sebenarnya untuk pembangunan daerah dan pada umumnya untuk pembangunan Papua. Tetapi  sementara ini mereka tidak mengikut sertakan dalam bantuan dana yang besar seperti otsus, up4b dan yang lainya. Hal ini juga sangat disayangkan sebenarnya.
Maka, uang yang kecil-kecilan ini (sebutan halus para pemangku jabatan) yang mana melalui hirarkinya turung dari pusat ke provinsi, kabupaten, distrik,desa hingga ke RT dan RW ini jalanya menyimpang. Jalanya dirubah seperti ini, dari pusat ke provisnsi orang provinsi makan sebagian, dari provinsi ke kabupaten, orang kabupaten makan lain, dan seterusnya hingga pada RT dan RW mendapat seperseribu dari aslinya.
Sebenarnaya, semuanya ini adalah sebua utang yang harus dibayar dengan harta dan nyawa. Bukankah begitu?. Apabila kita tinjau dari sisi agama maka kesejahteraan tidak bisa disamakan dengan hukum. Yang mana,  hidup seseorang  damai dan sejahtera adalah berasal dari dirinya sendiri bahwa bagaimana dia memaknai hidupnya, tetapi kalau ujung-ujungnya tergantung pada hukum yang ditentukan oleh suatu badan apapun maka hal ini konyol.
Dari hal ini saya juga masih penasaran dengan berita panas yang beredar tiga bulan yang lalu bahwa ‘jika otsus tidak efektif maka Papua minta refrendum’. Apa arti dari pemikiran seperti ini, apakah kesejahteraan hidup seseorang bisa di samakan dengan hukum yang berlaku di suatu organisasi atau negara?. Saya rasa ini konyol, hal ini tidak bisa disamakan sebab semua orang tidak tergantung pada hukum yang berlaku itu, untuk menempu hidup yang sejahtera.
Dengan senangnya mereka (pemangku kebijakan) perlakukan hal seperti ini. Hal ini tidak sama, dimana  sekelompok manusia yang memerlukan kesejahteraan hidup  ditentukan oleh hukum yang mempersulit manusia, yang dalam logika manusiawi dan agamanya bertolak belakang.
Disana mereka mengatakan bahwa, ‘apabila UU ini tidak dijalankan pemerintah secara konsisten dan tidak berdampak signtifikan bagi peningkatan taraf hidup, dan kesejahteraan orang asli Papua, maka atas prakarsa MRP dapat diselenggarakan referendum yang melibatkan warga lokal di Tanah Papua untuk menentukan nasib mereka, (RUU pasal 299 ayat 2)’. Apa maksut mereka ini?.
Jangan kalian menunggu hasil keputusan itu berlansung selama beberapa tahun mendatang ini. Yang mana didalamnya akan memakan banyak korban yang tidak menentu nantinya. Karena kalau kalian mengharapkan hal itu dengan menjaga-jaga janji yang sudah disepakati itu, maka sama saja dengan mencari masalah, karena semua yang kalian bicarakan itu tentang suatu pengharapan dan diawali denagan kata ‘nanti’. Ini akan terbelit-belit menghasilkan banyak masalah.
Jadi kalau mau bicarakan sesuatu dengan mudah dan tidak memakan waktu lama, jangan terbelit-belit bicaranya. Kalau mau minta Otonomi khusus mintalah itu saja dan jalankan itu dengan sebaik mungkin. Tetapi kalau mau minta refrendum maka mintalah itu saja. Karena pada dasarnya dua hal ini tidak bisa di samakan.
Ini barulah masalah yang kalian panjang lebarkan itu akan berjalan dengan lancar. Anak kecilpun mengerti hal itu, bukankah kalian yang ajarkan hal itu?. Yang kami mau masalah ini jangan disamakan, kalau mau minta otsus maka otsus saja, tapi kalau refrendum ya mintalah refrendum biar kesejahteraan yang kalian bicara itu bisa tercapai dengan maksimal.

*) Penulis adalah mahasiswa Papua kulia di Pasundan.
SUMBER : AMP KOMITE KOTA BOGOR

0 komentar Blogger 0 Facebook

 
GP3PB News | Women's Liberation Movement West Papua (GP3PB) © 2014. All Rights Reserved. Share on Koteka Creating Weblog. Powered by KBK Papua
Top