Gerakan Mahasiswa Papua

Catatan sejarah Papua membuktikan bahwa,
ideology untuk membentuk negara Papua Barat muncul dari Intelektual, Pelajar dan Mahasiswa asal Papua Barat.

Gerakan Mahasiswa Papua

Mahasiswa, dalam pentas sejarah Papua Barat, memang tidak sekadar menampilkan dirinya menjadi sosok manusia elitis terpelajar yang kemudian menjelmakan dirinya menjadi mesin intelektual yang hanya bekerja dalam dunianya saja. Lebih dari itu, sejarah perlawanan, dinamika pergolakan, gelombang protes, dan keterlibatan dalam gejolak pembaruan adalah semangat dan peristiwa yang tak pernah sepi dari dunia mahasiswa Papua. Sejarah telah bercerita tentang itu. Gerakan mahasiswa di Papua secara terus-menerus terlibat dalam pergulatan, perlawanan, dan perjuangan. Dari merencanakan sebuah negara dan membuat pengorganisasian masa rakyat, dari gerakan di kampus, di kampung hingga di hutan. Yang kemudian disaat kebangkita mahasiswa ketiga ini  pergerakan mahasiswa Papua mulai berani dan radikal dengan melakukan pergerakan dan perlawanan  di pusat ibu kota negara  dari pemerintahan dan Bangsa Republik Indonesia.

Berkaca dari sejarah awal gerakan Papua, sebenarnya yang mampu meradikalisasi dan mengentalkan gerakan mahasiswa menjadi gerakan perlawanan adalah kondisi ketertindasan rakyat dan ketidakadilan yang menjamur dan sangat meresahkan. Mungkin bagi banyak kalangan mahasiswa Papua yang tau hanya ke kampus, makan-minum, main  dan  tidur,  akan sangat terdengar klise, namun itu adalah kenyataan yang tidak bisa dibohongi dan bukan romantisme belaka. Represi yang dilakukan oleh rezim yang berkuasa “Kolonial Belanda dan Indonesia saat itu”, ketidakadilan yang merata, kebijakan yang menindas rakyat kecil, dan terlebih lagi penyalahgunaan kekuasaan, seperti KKN, yang mengakibatkan terenggutnya hak dari tangan yang sangat membutuhkan, akan selalu merangsang dan memformat mahasiswa untuk melakukan gerakan perbaikan yang tidak hanya identik dengan studi, namun lebih dari itu ia akan mengkatalisasi gerakannya menjadi gerakan perlawanan, tidak peduli siapa yang harus dihadapi.

1. Kenyataan Sejarah Pergerakan Mahasiswa tahun 1960-an

Pada masa rekolonisasi akan dilakukan di Papua Barat, perlawanan secara tradisional memang belum mampu menghasilkan kemerdekaan buat bangsa Papua yang di maulai di Biak sekitar tahun 1934. Lantas segelintir Mahasiswa Papua atau lebih dikenal dengan orang-orang terpelajar yang didik oleh van Baal yang secara resmi mendirikan dan membangun kantor Gubernur perwakilan Belanda di Jayapura, Mereka yang didik pada saat itu antara lain adalah; N. Jouwe, M.W. Kaiseppo, P. Torei,  M.B. Ramendey, A.S. Onim, N. Tanggakma, F.Poana dan Andullah Arfan. Mereka ini boleh dikatakan orang didikan (mahasiswa/pelajar) pertama di Papua bagian Barat yang melakukan perlawanan secara intelektual. Mereka melakukan suatu gerakan untuk mengusir penjajahan dari muka bumi Papua dengan melakukan gerakan dan menetakan anggota Dewan Nieuw Guinea Raad , serta merancang lambang-lambang negara West Papua. (Saya akan biacara seputar gerakan mahasiswa saja). Akibat dari pembacaan akan terjadi privilege dari penjajah, namun saat itu ternyata tokoh-tokoh terpelajar bangsa Papua barat itu mampu menjadi pioner dan menumbuhkan gerakan dengan cara baru yang bukan hanya memperkaya khazanah metode perlawanan namun juga membuat gerakan memperjuangkan kemerdekaan menjadi lebih efektif dan terarah. Namun sayang Ketika kemerdekaan telah direbut, ternyata arus pergerakan kaum terpelajar didalam mereka sendiri tidak bisa diredam ketika pemerintah colonial Indonesia saat itu telah menyeludup masuk dalam khubuh mereka sendiri “seperti Silas Papare DKK” yang berdampak pada perubahan melenceng adengan murni dari semangat kemerdekaan, ini yang kadang kita sebut dengan istilah kasar “oh didalam tubuh mereka ada juga judas-judas, sehingga Gerakan mereka dipatahkan oleh orang Papua itu sendiri. Karena memang saat itu kaum terpelajar kita bansa Papua bisa dihitung dengan sepuluh jari kita. Memang ini mungkin hanya dimotori oleh beberapa orang terpelajar yang masih belajar juga, tapi ingat bahwa manuver mereka cukup dashyat, hingga saat ini sejarah bangsa-bangsa di dunia mencatatatnya.

Setelah selama hampir 5 tahun pergerakan dipatahkan, kembali pada tahun 1969, mahasiswa  Papua Barat mengkonsilidasikan diri dan turun ke jalan untuk melakukan protes atas hasil Pelaksanaan Pepera 1969, kita bisa mendengar dan juga menyaksikan lewat CD, dimana  riak-riak kecil protes mahasiswa dan masyarakat Papua Barat yang menemukan ada kecurangan yang terjadi pada saat pelaksanaan PEPERA 1969. Kita bisa melihat bagimana para nasional Papua merangkul beberapa mahasiswa untuk melakukan perjuangan, karena ada kecurangan dimana pihak Indonesia yang sedang memperebutkan Papua Barat justru yang melakukan PEPERA, tidak sesuai dengan kertetapan New York Agrremant  yang menetapkan harus ada dibawah kendali UNTHEA. Hal ini dapat kita buktikan dengan Aksi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa dan rakyat Papua sebelum pepera dilakukan pada tanggal 12 Februari 1969. Dalam demontrasi ini, mereka menyanyikan lagu-lagu rohani, lagu-lagu perjuangan dan yel-yel perlawanan rakyat Papua Barat. Demonstrasi ini di Pimpin oleh  Herman Wayoi dan Permenas Hans Torrey. BA.  Para demonstran ini menujuh ke kediam utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), agar pepera harus dilaksanakan sesuai dengan perjanjian New York yakni “ One Man One Vote” dan menolak keingin Indonesia untuk melaksanakannya atas asas musyawara mufakat melalui Dewan Musyawarah Pepera (DMP). Demontrasi ini mengundang amarah Indonesia, sehingga Indonesia melalui ABRI melakukan penembakan dan penangkapan terhadap para pimpinan Papua yang tidak ikut gabung dengan Indonesia. Ini adalah sejarah kelabuh yang harus kita mahasiswa kritisi untuk dilakukan riviewu ulang pelaksanaan PEPEPRA 1969.

Pada aksi ini juga menuntut Pemerintah Indonesia untuk mempertanggungjawabkan penjarahan besar-besar yang dilakukan oleh tentara dan para birokrasi yang tanpa malu-malu mengambil dan mengangkut ke daerah mereka  barang-barang peninggalan Belanda, seperti mesin-mesin, kulkas dan barang-barang mewah, perlengkapan militer, perabot rumah, kantor-kantor pemerintah danlainnya. Semua dokumen-dokumen Papua, baik perpustakaan sekolah maupun surat-surat penting lainnya di baker habis oleh Ali Mortopo dan pasukan ABRI lndonesia dibawah komando Soeharto atar perintah Soekarno.

2. Gerakan Mahasiswa Tahun 70-80-an

Gerakan kebangkitan Mahasiswa berikutnya adalah, gerakan kebangkitan Seni dan Budayan Papua Barat yang di polopori oleh Arnol Aap, Sam kapisa dan kawan-kawan mahasiswa uncen di Jayapura. Gerakan mahasiswa yang bergerak di seni dan budaya ini lahir pada tahun 1972 yang dimulai dari gereja-geraja, panggung hingga terakhir di RRI nusantara lima Jayapura. Gerakan ini tumbuh dan berkembang, yangn kemudian pada tanggal 15 Agustus 1978 menjadikan hari jadi mambesak. Musik ini oleh Sam Kapisa dan Arnold Aap mengganggap sebagai musik yang suci sehingga mereka menamainya Mambesak, Nuri, yang menurut orang Biak adalah burung suci, tujuannya adalah untuk menghibur hati masyarakat Papua yang sedang di intimidasi, di aniaya, di perkosa dan di binasakan. Musik-musik mambesak memberikan kekuatan perlawanan rakyat Papua dan mengembalikan jadi diri sebagai komunitas yang beda dari bangsa Indonesia.

Gerakan Mambesak memberikan ispirasi yang kuat dan membangkitan nasionalisme bangsa Papua, sehingga perlawananpun semakin lama mulai menguat di daerah-derah Papua lainnya. Namun sayang, karena oleh pemerintah Indonesia menganggapnya gerakan ini sangat berbahay sehingga mereka menangkap Arnol Ap dan membunuhnya tanpa alasan politik dan keamanan yang jelas terhadap kesalahan yang di Lakukan oleh Al arnol Ap. Gerakan ini melahirkan protes besar-besar bangsa Papua atas kehadiran Indonesia, dengan melakukan Suaka politik dan pengungsian besar-besaran.

Di Jayapura sekitar 800 Masyarakat Papua melakukan pelarian ke Perbatasan Indonesia – PNG sebagai  protes mereka atas sikap tidak manusiawi Indonesia terhadap bangsa Papua Barat. Sementara di Jakarta, Simon Otis Piaref, Johannes Rumbiak, Jopie Rumanjau dan Loth Sarakan, mempertanyakan nasib Arnold Ap ke DPR-RI, karena dikejar-kejar maka mereka melakukan lompat pagar dan meminta suaka politik di kedutaan Belanda.  Sikap yang diambil oleh Simon O Piaref dan kawan-kawan ini, adalah sikap protes atas sikap dan tindakan Indonesia yang tidak manusiawi di tanah Papua Barat. Pada hari yang sama sekitar 300 masyarakat Papua melakukan long mark mengatar mayat Al. Arnol Ap dari Jayapura menujuh tanah hitam, tempat peristerahatan terakhir Al. Arnold Ap.

3.  Gerakan Mahasiswa Tahun 90- an Melahirkan AMP

Kemudian gerakan mahasiswa Papua lainnya adalah pada tahun 1996, di Jayapura - Abepura mahasiswa Uncen dibawah pimpinan Beni Wenda melakukan protes atas kematian Al. Dr Thomas Wanggai yang tidak wajar, “setelah diberikan racun dengan minuman”. Mahasiswa menyambut mayat al. Thomas Wanggai didepan kampus untuk penghormatan terakhir, namun apa yang terjadi, bahwa ada konspirasi penipuan Kolonial Indonesia disana, sehingga terjadi pemberontakan atas penipuan kolonial Indonesia, terjadi pembakaran mobil, toko-toko dan pasar raya Abepura. Dalam insiden ini 4 Mahasiswa dan 1 Anggota TNI pribumi meninggal dunia. Peristiwa ini adalah sejarah gerakan Mahasiswa Papua yang ada dalam memori masyarakat Papua.

Gerakan mahasiswa berikutnya adalah pecah pada tahun 1997, dimana mahasiswa Papua memprotes Pembantaian TNI di Mapenduma, Jila, Bela dan Alama. Protes ini dilakukan setelah mendapatkan laporan pelanggaran HAM oleh 3 gereja besar di Papua. Gereja itu antara Lain, Katolik, KIGMI dan GKIIJ. Gerakan ini berdampak hingga ke Luar Pulau Papua. Apa lagi kemudian di Picu lagi dengan Surat Senator Amerika serikat yang meminta kepada pemerinta BJ Habibi untuk  memberikan kesempatan kepada Timor-Timor dan Papua Barat.

Gerakan tahun 1997 ini  kemudian melahirkan organ politik mahasiswa Papua terbesar yang kemudian di kenal dengan naka Alinsi Mahasiswa Papua (AMP). Sedikit sejarahnya adalah. Aliansi Mahasiswa Papua (Selanjutnya disebut AMP) didirikan pada tanggal 30 Mei 1998 di Jl. Guntur Kawi, Manggarai, Jakarta Selatan.  Organisasi ini lahir ditengah situasi represi NKRI di Tanah Papua Barat, khsusnya di Biak, yang kita kenal dengan Peristiwa Biak Berdarah. Ditengah situasi politik Indonesia yang mulai goyah akibat tekanan-tekanan politik dari gerakan prodemokrasi Indonesia terhadap regime Soeharto dan mulai menguatnya tuntutan Reformasi Politik bagi sebuah perubahan yang berkeadilan serta terbukanya ruang demokrasi.

Ditengah situasi politik yang demikian di Indonesia, para mahasiswa Papua Barat dari berbagai kota di Indonesia berinisiatif membentuk sebuah organisasi politik yang akan mewadahi tuntutan-tuntutan politik mahasiswa Papua Barat secara jelas kepada Indonesia, terutama dalam hal “hak menentukan nasib sendiri sebagai bangsa yang merdeka” seperti yang selama 40 tahun terakhir diperjuangkan oleh OPM dan berbagai faksi organisasi Gerakan Pembebasan Nasional Papua Barat Barat lainnya.

Semangat perjuangan untuk membebaskan diri dari Neo-Kolonialisme Indonesia itulah yang telah mampu membangkitkan semangat perlawanan mahasiswa Papua Barat dan mendorong para mahasiswa untuk berkumpul dan membentuk wadah perlawanan yang efektif bagi perjuangan Pembebasan Nasional Papua Barat, terutama dikalangan mahasiswa Papua Barat yang selama itu masih bersifat apolitis, karena memang tidak memiliki alat-alat perjuangan yang jelas untuk sebuah sikap politik yang tegas terhadap perjuangan Pembebasan Nasional Papua Barat.

Dari sinilah cikal bakal perjuangan Pembebasan Nasional Papua Barat secara modern mulai ditorehkan secara efektif di Indonesia. Dalam perjalanan awal AMP banyak sekali kendala yang dihadapi karena tidak adanya pengetahuan bersama soal penerapan mekanisme organisasi gerakan politik (bukan paguyuban) dalam amanat perjuangan lebih besar. Tetapi sesuai dengan berjalannya waktu, AMP telah menata sejumlah mekanisme baru yang lebih efektif dalam menggerakan organisasi ini sebagai organisasi dengan kader-kader yang terdidik, terpimpin dan terorganisir rapi ditiap basis perjuangan mahasiswa Papua, baik di Papua, Indonesia maupun Internasional.

Pada tanggal 16 Januari 2001, AMP Korwil Yogyakarta direstrukrisasi dengan penempatan sejumlah kawan-kawan baru untuk mencoba menata kembali organisasi ini mulai dari tingkat kota Yogya dan terus membantu Ketua Umum di Jakarta untuk melebarkan jaringan politik dengan gerakan prodemokrasi Indonesia. Selain itu di Papua, AMP juga diefektifkan dengan mendorong pembentukan AMP Numbay dan menempatkan sejumlah kawan yang militan untuk memimpin organisasi dan mempertahankan semangat juang dibasis utama perubahan kita, Tanah Papua. Selain itu, sejak tahun 2000 AMP juga telah mencoba membangun kekutan jaringan ditingkat internasional dengan basis utama di Irlandia dan Inggris.

Ditengah represi Neo-Kolonialisme Indonesia yang begitu kuat, AMP yang ada di Papua, Indonesia dan Internasional tetap berjuang menjaga semangat juang dikalangan mahasiswa Papua, ditengah-tengah rakyat Papua dan juga diantara kawan-kawan jaringan kita di Indonesia dan Internasional yang semakin lama semakin membesar sampai hari ini. Inilah tugas suci yang musti diemban oleh setiap kader Aliansi Mahasiswa Papua sampai kemenangan politik kita capai, yaitu KEMERDEKAAN SEJATI SEBAGAI  BANGSA PAPUA BARAT  yang telah dianeksasi oleh  pihak Amerika, Indonesia, Belanda dan PBB.
***

 Untuk pertama kalinnya, Aliansi Mahasiswa Papua melakukan Aksi besar-besaran pada tahun 1998. Ditengah-tengah maraknya tuntutan Kemerdekaan Papua Barat, pada tanggal, 20 Juli 1998, Seluruh mahasiswa perantau dari Sulawesi diantaranya ( Menado, toraja serta Ujung Pandang), Bali, Jawa diantaranya (kota Surabaya, Malang, Semarang, Solo, Salatiga, Yogyakarta, Bandung serta Jakarta) dan Sumatera yang berjumlah sekitar 665 orang mahasiswa melakukan demonstrasi di depan kantor Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jakarta. Aksi demonstrasi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) ini mengajukan tiga (3) buah pernyataan sikap politik yang menuntutu PBB agar segera mengembalikan kemerdekaan Papua Barat yang telah di Proklamasihkan pada tanggal, 1 Desember 1961. Mendesak Kepada mahkama Internasional agar segera menggugat Indonesia yang dengan sengaja menghilangkan hak-hak kebangsaan (national right) tanah dan hak bangsa Papua Barat selama 35 tahun. Memberikan kewenangan penuh kepada PBB dan Amerika untuk membuka kembali kasus negara Papua Barat bagi suatu penyelesaian Internasional.

Ini adalah gerakan-gerakan Mahasiswa Papua yang perlu kita catat dan memberikan penghargaan tertingga dalam kehidupan kita. Penghargaanya adalah dengan melakukan renungan kembali, kekuaragannya, kelebihannya dan kekuatannya, lalu kita mendukung dan mendorong sobat-sobat progresif yang sedang melakukan perlawanan setiap hari. Sobat saya H.G. pernah mengatakan kepada saya begini: “……… Sobat Jimmy… Orang Papua tidak pernah akan  mengerti kalau kita sedang jalan kaki, berkeringat dingin saat ini dalam melakukan perjuangan…..orang Papua tidak pernah akan mengerti kalau kita sedang susah naik angkot untuk menghadiri pertemuan-pertemuan itu…..orang Papua tidak akan membantu kita untuk menangis bersama dan menghapuskan air mata kita…hanya diri kita yang tau….kalau kita sedang menderita dalam melakukan perlawanan terhadap neocolonial Indonesia, neoliberalisme dan militerisme di Papua Barat….itulah masa-masa kita yang paling Indah…..”. Setelah saya pikir-pikir ternyata benar juga. Hanya kepada mereka yang terpangil dan melek saja yang tidak akan mengeluarkan kata-kata profokatif. ***

0 komentar Blogger 0 Facebook

 
GP3PB News | Women's Liberation Movement West Papua (GP3PB) © 2014. All Rights Reserved. Share on Koteka Creating Weblog. Powered by KBK Papua
Top