Ketua FKPPB, Regina Muabuay. Foto: Tabloidjubi.com
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Forum Koalisi Perempuan Papua Bangkit (FKPPB) yang terdiri dari para perempuan asal Papua yang sudah berkecimpung dalam dunai politik mengadu ke MRP. Mereka merasa harga diri sebagai perempuan di atas tanah Papua dilecehkan dan tidak dihargai.
Hal itu dikemukakan sekitar 40-an perempuan asli Papua (terdiri dari calon anggota DPR baik tingkat daerah, provinsi, DRR RI dan DPD RI) saat menemui Ketua dan Anggota MRP, Senin (05/05) kemarin.
Ketua FKPPB, Regina Muabuay, mengatakan, alasan FKPPB datang ke kantor MRP adalah perempuan Papua hanya dijadikan sebagai obyek saja dalam perekrutan masuk dalam partai politik di tanah Papua.
Ada keraguan terhadap kami perempuan. Tanpa menyeleksi yang baik, asal ambil meski tidak berkualitas hanya untuk memenuhi kuota partai yang wajibkan 30% perempuan. Kami hanya dimanfaatkan oleh partai politik," kata Regina.
Alasan lain, sambung dia, dalam pemilihan kemarin (9 April 2014), banyak ditemukan kecurangan yang sangat luar biasa, yang merugikan kaum perempuan di atas tanah Papua.
"Banyak suara dari kaum perempuan hilang. Ini penghinaan yang sangat luar biasa kepada perempuan Papua," tutur Muabuay.
Lanjut Regina, "Kami merasa kecewa lagi, perempuan yang lolos hanya para istri pejabat dan perempuan yang bukan asli Papua. Hal ini sangat merugikan perempuan asli Papua."
Hal-hal tersebut, menurut Muabuay, merugikan perempuan Papua yang sudah terjun di dunia politik yang sudah siap bersaing dengan kaum pria maupun perempuan daerah lain.
Penasehat FKPPB, yang juga calon anggota DPRP, Yosepina Pigai, mengatakan, pemilu tahun 2014 merupakan yang terburuk karena ada berbagai kecurangan terjadi di dalamnya.
Pigai meminta agar untuk PPD (Panitia Pemilihan Distrik) untuk se-tanah Papua ditiadakan, karena di sana dijadikan lahan bisnis dan banyak ditemukan kecurangan.
"Di PPD sangat banyak money politic. Orang luar Papua banyak bayar-bayar di tingkat PPD dan menguntungkan bagi orang luar Papua. Ini merugikan orang asli Papua," kata Pigai.
Perempuan lain, Serina Pagawak, calon anggota DPR Provinsi asal Tolikara, di hadapan puluhan perempuan dan MRP, mengatakan, di Tolikara saat pencoblosan (9 April 2014) kotak suara yang dibuka hanya untuk DPR daerah saja, sedangkan kotak suara untuk DPR Provinsi, DPR RI dan DPD RI tidak dibawa ke lapangan. Diduga, kotak suara tersebut disembunyikan di kantor polisi.
"Mengapa hal ini dilakukan? Saya hanya maju sebagai DPRP untuk membangun daerah saya," kata Pagawak.
Hal ini merugikan Serina Pagawak sebagai satu-satunya perempuan yang calon dari Partai Golkar.
Dalam kesempatan yang sama, salah satu perwakilan FKPPB, Ester Orbuserai, mengatakan, kuota perempuan harus diperhatikan, baik di tingkat DPD RI, DPR RI, DPRP dan DPR kabupaten/kota.
"Kuato DPD RI kan 4 kursi, kami minta dengan tegas, 2 kursi untuk laki-laki orang asli Papua dan 2 kursi untuk Perempuan Papua," tegas dia disambut dengan tepuk tangan dari anggota yang lain.
Lanjut Ester, kuato 10 kursi di DPR RI, harus orang asli Papua yang duduk, baik laki-laki maupun perempuan.
"Orang dari luar Papua tidak tahu tentang Papua sampai di pelosok-pelosok. Di DPR RI harus orang Asli Papua yang duduk," kata Ester.
Di akhir pertemuan, ketua MRP Timotius Murib, kepada wartawan, mengatakan, semua yang sudah disampaikan oleh perempuan-perempuan asli Papua sudah didengar dan akan berjuang bersama anggota lain.
Ia bersama anggota MRP yang lain akan merekomendasikan semua yang sudah disampaikan. Meski diakui, MRP sudah terlambat, namun akan berusaha semampunya.
Ketua MRP juga mendukung, kursi di DPR RI dan DPD RI untuk perwakilan Papua harus diduduki orang asli Papua.
"Aspirasi yang sudah disampaikan oleh perempuan asli Papua untuk kuota 30% sudah didengar dan kami akan pleno untuk itu," kata Timotius Murib. (Pilemon Keiya/MS)
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar