GP3PB News, [JAYAPURA] Puluhan perempuan Papua yang menamakan
diri Koalisi Perempuan Papua, sekitar pukul 12.00 WIT datang ke kantor
Majelis Rakyat Papua (MRP) Kotaraja. Mereka membawa spanduk betuliskan
"Mendagri RI segera meninjau keputusan penolakan keanggotaan. Hana
Hikoyabi sebagai anggota MRP. 2011-2016. Mendagri segera mengembalikan
nama baik Hana Hikoyabi melalu media lokal, nasional dan internasional".
Walaupun kantor MRP masih kosong karena para anggota MRP masih bimbingam teknis di Hotel Matoa. Juru bicara Doly Yakadewa kepada wartawan di halaman kantor MRP, menegaskan, kami perempuan asli Papua. Menolak semua alasan politis penolakan keanggotaan MRP atas nama Hana Hikoyabi.
"Keputusan Mendagri sebagai pelecehan dan penghinaan terhadap hak dan martabat perempuan Papua," ujarnya.
Sikap pemerintah melalui keputusan penolkan keanggotaan MRP atas nama Hana Hikoyabi membuktikan bahwa pemerintah gagal menjamin pelaksanaan Otsus di tanah Papua dan memajukan hak politik perempuan asli Papua.
"Demi nama baik pribadi dan perempuan asli Papua dan orang asli Papua maka Pemerintah Republik Indonesia segerta mencabut stigma sparatis. Yang dilabelkan secara langgeng terhadap orang asli Papua. Karena orang asli Papua juga mempunyai hak politik yang sama dengan warga negara lainnya di negara Republik Indonesia yang harus dilindungi agar kehidupannya aman dab nyaman di atas tanah Papua," lanjutnya.
Sementara seorang mahasiswa bernama Diana mendukung upaya-upaya hukum yang ditempuh oleh Hana Hikoyabi dalam mencari keadilan di negara ini. "Atau ikut menyingkirkan dan menjadikan kami sebagai warga negara yang tidak mempunyai hak," tanyanya menggugat.
Mendagri menolak Hana Hikoyabi sebagai anggota MRP walaupun perempuan asal Sentani ini menang mutlak dipilih konstituennya di Daerah Pemilihan I yang meliputi Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom. Di Dapil I ia memenangi pertaruangan dengan memperoleh suara terbanyak dari unsur perempuan dan berhak menjadi anggota MRP untuk kedua kalinya.
Walaupun kantor MRP masih kosong karena para anggota MRP masih bimbingam teknis di Hotel Matoa. Juru bicara Doly Yakadewa kepada wartawan di halaman kantor MRP, menegaskan, kami perempuan asli Papua. Menolak semua alasan politis penolakan keanggotaan MRP atas nama Hana Hikoyabi.
"Keputusan Mendagri sebagai pelecehan dan penghinaan terhadap hak dan martabat perempuan Papua," ujarnya.
Sikap pemerintah melalui keputusan penolkan keanggotaan MRP atas nama Hana Hikoyabi membuktikan bahwa pemerintah gagal menjamin pelaksanaan Otsus di tanah Papua dan memajukan hak politik perempuan asli Papua.
"Demi nama baik pribadi dan perempuan asli Papua dan orang asli Papua maka Pemerintah Republik Indonesia segerta mencabut stigma sparatis. Yang dilabelkan secara langgeng terhadap orang asli Papua. Karena orang asli Papua juga mempunyai hak politik yang sama dengan warga negara lainnya di negara Republik Indonesia yang harus dilindungi agar kehidupannya aman dab nyaman di atas tanah Papua," lanjutnya.
Sementara seorang mahasiswa bernama Diana mendukung upaya-upaya hukum yang ditempuh oleh Hana Hikoyabi dalam mencari keadilan di negara ini. "Atau ikut menyingkirkan dan menjadikan kami sebagai warga negara yang tidak mempunyai hak," tanyanya menggugat.
Mendagri menolak Hana Hikoyabi sebagai anggota MRP walaupun perempuan asal Sentani ini menang mutlak dipilih konstituennya di Daerah Pemilihan I yang meliputi Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom. Di Dapil I ia memenangi pertaruangan dengan memperoleh suara terbanyak dari unsur perempuan dan berhak menjadi anggota MRP untuk kedua kalinya.
By Fals Generation
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar